Monday, September 2, 2013

Mengenang KH Ali Fauzi, Tokoh Muslim Kharismatik Maluku (2)

KH. Ali Fauzi, Tokoh Muslim Kharismatik Maluku

Catatan: Abdullah Saimima
Ambon

Wafatnya KH Ali Fauzi, Selasa 27 Agustus, meninggalkan cerita yang panjang. Sepak terjangnya yang istiqamah (konsisten, red) dan kritis dalam mengawal kepentingan umat muslim di Maluku, membuat KH Ali Fauzi mendapat tempat di mata masyarakat. Kepergiaannya pun mendapat simpati dari berbagai elemen di daerah ini.

Ketua Yayasan Ali Fauzi, M Saleh Watiheluw SE MM, me­ngatakan sosok almarhum di­ke­nal sebagai salah satu ulama besar. Beliau selalu memberi warna karena selalu mendahulukan kepentingan umat. Loyalitasnya terhadap umat muslim di Maluku ini akan dikenang sepanjang zaman oleh masyarakat.

Sebagai bentuk kenangan atas jasa almarhum, beberapa tahun lalu digagas pendirian sebuah lembaga pendidikan yang sengaja diberi nama Yayasan Ali Fauzi. Jauh sebelum sang guru ini wafat berpulang rahmatullah, sudah terpikirkan oleh Saleh Watiheluw dan teman-teman untuk mendirikan yayasan ini, selain berfungsi untuk mendidik anak-anak de­ngan ilmu-ilmu yang berbau Islam, yayasan ini juga didirikan untuk mengenang nama Ali Fauzi yang begitu tenar di mata masyarakat Maluku.

“Jadi dalam percakapan ringan, beliau sudah menyampaikan suatu ketika saat saya dipanggil oleh Allah, maka yayasan ini me­rupakan bentuk peninggalan saya kepada umat,” tutur Wattiheluw.

Yayasan Pendidikan Ali Fauzi ini terdiri dari beberapa pengurus inti. Selain Saleh Wattiheluw sebagai ketua, Sekretaris Yayasan dipegang oleh Salim Tatuhey, dilengkapi sejumlah pengurus antara lain Dr.Hasbollah Toisuta, H. Ir. Adeci Ayuba, H. Drs Ahmad Opier, dan beberapa anggota.

Lembaga pendidikan Ali Fauzi yang berlokasi di BTN Kanawa Desa Batumerah, Kota Ambon itu, selain membuka sekolah dasar/madrsah, juga terdapat Taman Peng­ajian Alquran Al-Kautsar yang semuanya bernaung di bawah Yayasan Ali Fauzi.

Pada pertengahan bulan Ramdahan lalu, Saleh Wattiheluw yang juga menjabat sebagai Ketua DPW PPB Maluku ini, sempat mengunjungi sang guru saat mendapat perawatan di Rumah Sakit (RS) Al Fatah, Ambon. Pada pertemuan itu, Ali Fauzi memegang tangannya sembari meminta maaf jika ada kekhilafan yang dilakukan semasa hidupnya.

“Saya sudah menyadari akan usia yang kian renta. Usia saya sudah cukup tua, maka maafkan saya jika ada salah dalam berbicara,” katanya.

Bahkan sebelum ke Jakarta untuk mendapat perawatan lanjutan di RS Omni Hospital, Pulomas, pihak keluarga sudah menyampaikan pertimbangan lanjutan pe­ra­­watan di ibukota negara itu. ‘‘Jadi sebenarnya pada saat di RS Al Fatah, beliau telah memberi isyarat akan usianya yang semakin tua de­ngan sakit yang mendera,” ujar Wattiheluw.

Bukan hanya meninggalkan jasa, tapi pengalaman hidup sang guru yang lahir di Ambon 24 Januari 1924 ini tentu akan menjadi cermin bila melihat eksistensi almarhum semasa hidupnya. Pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak bangsa di daerah ini dilukiskan melalui kiprahnya di bidang pendidikan.

Wattiheluw mengakui mengenal sang kiyai ini sejak tahun 1976 saat dirinya aktif sebagai aktivis mahasiswa pada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ambon. Menurutnya, almarhum memiliki andil yang sangat besar bagi masyarakat Maluku baik di bidang pendidikan, sosial, dan dakwah, tak lepas dari keikhlasannya. Hampir setiap hari di sisa hidupnya ia curahkan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat.

Tercatat, almarhum juga me­ninggalkan catatan dalam sejarah panjang perpolitikan di Maluku. Sejak masa Orde Lama 1955 saat pemilu pertama di Indonesia, KH Ali Fauzi telah bergabung bersama Partai Majelis Syurah Muslimin Indonesia (Masyumi) Wilayah Maluku, sebagai sekretaris wilayah Maluku. Dari hasil pemilihan pertama saat itu, Masyumi Maluku mendapat mandat dari rakyat dengan memperoleh dua kursi atau keterwakilan rakyat Maluku dalam konstituen parlemen, kini DPR-RI.

Sementara itu, hasil pemilihan umum itu Masyumi Kota Ambon menempatkan empat orang wakil sebagai anggota DPRD Kota Ambon salah satunya adalah KH Ali Fauzi.

Menjadi anggota DPRD Kota Ambon tahun 1955 hanya satu periode, karena setelah itu Masyumi dibubarkan oleh pemerintah. Pasca pembubaran itu almarhum tidak bergabung lagi dengan partai manapun. “Pilihannya untuk masuk partai hanya untuk beribadah dan memperjuangkan kepentingan umat Islam yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim,” tan­dasnya.

Pada masa Orde Baru seluruh partai mendapat perampingan hanya tiga partai, dengan cara mengambungkan seluruh partai yang berazaskan Islam menjadi satu partai yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan semua partai berazaskan nasional tergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI) bersama Golkar. Meskipun tidak masuk dalam struktur kepengurusan PPP wilayah Maluku, namun di setiap kesempatan saat kampanye KH Ali Fauzi selalu setia dan ikhlas me­ngajak masyarakat untuk memilih partai yang berazaskan Islam. 

Pasca runtuhnya Orde Baru 1998 silam, saat itu tiba-tiba ada orang yang datang mengaku sebagai utusan dari DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Pusat, yang membawa mandat kepada KH Ali Fauzi untuk mendirikan DPW PBB di Maluku. Karena dinilai memiliki kapasitas dan kemampuan untuk menjadi pimpinan partai di Maluku, setelah mendapat mandat dari Yursi Ihza Mahendra itu, sang guru yang ingin menyuarakan kepentingan masyarakat muslim di Maluku itu pun bertugas menyusun struktur sementara organisasi DPW PBB Maluku yang kala itu diketuai oleh KH Ali Fauzi.

Almarhum mendapat kepercayaan dari seruluh DPC PBB Maluku menjabat sebagai Ketua DPW PBB Maluku selama dua periode, dan pada tahun 2005 lalu, saat Musyawarah Wilayah DPW PBB Maluku, terpilihlah M Saleh Wattiheluw,SE MM sebagai Ketua DPW PBB Maluku yang baru sementara KH Ali Fauzi dipercayakan sebagai Ketua Dewan Pembina DPW PBB Maluku hingga sang kiyai ini menghembuskan nafas terakhir di RS Omni Hospital, Pulomas, Jakarta, Selasa, (27/8), dinihari lalu, dalam usianya 89 tahun. (Bersambung) 

No comments:

Post a Comment