Monday, September 2, 2013

Mengenang KH Ali Fauzi, Tokoh Muslim Kharismatik Maluku (3)

KH. Ali Fauzi, Tokoh Muslim Kharismatik Maluku

Catatan: Abdullah Saimima
Reporter Rakyat Maluku

Perjuangan ulama kharismatik ini tak berhenti sampai di sini, namun motivasi untuk mendidik generasi muslim Maluku sejak berhenti menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kanwil Agama Maluku tahun 1957 terus berkobar hingga ajal menjemputnya. Melihat kegigihannya dalam mengamalkan ilmu Al-Quran itu, beberapa tokoh muslim di Maluku berinisiatif mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang diberi nama Yayasan Pendidikan Ali Fauzi, tahun 2006, yang bermarkas di BTN Kanawa Indah, Desa Batumerah, Ambon.

Di awal tahun 2000 lalu, KH Ali Fauzi bersama keluarga hidup me­ngungsi di salah satu ruko bangunan Pertokoan Baroqah milik Yayasan Al-Fatah, Ambon tepatnya di Jalan A.M Sanggaji Ambon. Saat konflik Ambon berkecamuk, ia masih setia melanjutkan rutinitasnya mengajarkan anak-anak terkait ilmu-ilmu Islam. Bahkan di tempat pengungsian itu pula almarhum menampung ratusan anak-anak untuk diajarkan membaca Al-Qur’an baik tajwidnya maupun qiraah. Banyaknya anak yang menuntut ilmu saat itu membuat sang guru ini harus membagi dua shif jam pembelajaran.

Jauh sebelum konflik, almarhum pernah bermukim di Perumnas Poka. Di tempat ini selain membuka usaha pertokoan, sang kiyai ini juga membuka taman pengajian Al-Quran. Namun karena konflik berkecamuk membuat rumah dan tempat pengajian ikut musnah. 

Walhasil, almarhum bersama keluarga memilih mengungsi dan tinggal di Pertokoan Baroqah. Di tempat ini beliau membuka tempat pengajian mendidik ratusan anak-anak.

Setelah sekian tahun bertahan di tempat pengungsian, almarhum bersama keluarga pun pindah untuk menempati rumah yang berada di Kawasan BTN Kanawa Indah, Kebun Cengkih, Ambon. Di sana, almarhum tetap mengajar Al-Quran dengan membangun bangunan darurat tak jauh dari kediamannya.

Di awal tahun 2006 lalu Dinas Pekerjaan Umum (PU) Maluku membangun Masjid Muhajirin di Perumnas, Desa Poka, Kecamatan Teluk Dalam, Ambon, dan merehab sekolah tepat disamping mesjid tersebut. Mendengar kabar itu ulama yang selalu akrab dan bersahaja dengan murid-muridnya ini menghubungi pihak Dinas PU Maluku meminta agar dana rehabilitasi gedung sekolah yang pernah dipimpinnya itu, dialihkan untuk membangun gedung sekolah baru dekat kediamannya di BTN Kanawa Indah, dan pemerintah pun merestui itu dengan mengucurkan dana sebesar Rp 150 juta.

Tanah untuk taman pengajian itu dibeli dari PT Kanawa Indah, dengan mengantongi sertifikat dan mendapat dukungan dari salah satu tokoh M.Saleh Wattiheluw maka mereka-pun mendirikan SD Kanawa. Dan pada tanggal 26 September 2006 sekolah itu pun diresmikan. Berdirinya lembaga pendikan ini membuat anak-anak semakin bergairah dan secara intens mengikuti pengajian. Dari hari ke hari jumlah muridnya kian bertambah.

Pada suatu kesempatan saat pertemuan dengan orang tua murid bersama para pendiri sekolah ini mereka mengusulkan agar dibentuk menjadi yayasan guna menangani pendidikan bagi anak-anak muslim.

Dan, pada tanggal 16 September 2006 secara resmi yayasan tersebut didirikan dan diberi nama Yayasan Pendidikan Ali Fauzi dan diresmikan oleh mantan Wakil Gubernur Maluku Drs. H. Muhammad Latuconsina (alm) dengan akta yayasan berdasar hukum No.3008 NT 0102 tahun 2007 tanggal 12 Desember 2006. Dan sekolah yang bernaung di bawah Lembaga Pendidikan Ali Fauzi ini telah memperoleh izin operasional dari Dinas Pendidikan Kota Ambon dengan SK No 42/2009 tertanggal 4 November 2009.

Sang ustad yang kerab dijuluki ‘‘singa podium” itu nampak sangat menginginkan dan berusaha agar Sekolah Dasar Kanawa ini menjadi lembaga pendidikan yang tidak sekadar mengajarkan pelajaran yang konvensional, tapi juga para siswanya juga mendapat pendidikan ajaran agama Islam. Sehingga anak-anak didik yang mengeyam studi di lembaga pendidikan ini kelak bisa berhasil dengan menguasai ilmu yang dilandasi nilai-nilai Islam.

Sebab di mata almarhum, umat muslim di Maluku masih banyak yang tidak mengerti hakikat Islam, mereka mengaku muslim karena lahir dari kedua orang tuanya yang muslim, atau di kampungnya ada mesjid, ada orang salat, di bulan Ramadan ada yang berpuasa. Hanya sebatas itu Islamnya tapi jika dita­nyakan apa hakikatnya Islam mereka tidak tahu, karena memang mereka tidak mempelajari Islam, makna Islam, hakikat dan seluk-beluk Islam.

Banyak anak muda di negeri ini yang tidak salat, kalau diajak men­dengar ajaran agama banyak alasannya, tapi untuk berpesta pora nonton konser tidak diundang-pun mereka akan hadir, bayar sekali pun mau begitulah generasi muda yang hidup di era global. Maunya yang moderen sesuai perkembangan zaman.

Namun demikian, di mata sang ulama ini tidak menyalahkan me­reka, karena sejak kecil mereka tidak didik secara Islami oleh orang tuanya, tidak terbina akhlaknya, akhirnya mereka hanyut dalam pergaulan bebas.

Ada orang tua yang mengarahkan anak-anak mereka agar kelak memiliki masa depan yang cemerlang. Mereka di sekolahkan sampai ke lembaga pendidikan ternama de­ngan memikul titel dengan harapan mendapat pekerjaan, sementara soal agama asal tahu mengaji saja itu sudah cukup, dalam benak me­raka jika anak tahu agama paling bisa jadi da’i atau imam di mesjid, tidak bisa meraih jabatan.

Dalam berbagai kesempatan almarhum selalu mengatakan ada degradasi pergeseran pemikiran masyarakat kita yang jauh dari ajaran agama. Banyak orang yang me­nginginkan anak atau saudaranya bisa bermain lincah masuk gelanggang politik, jadi pejabat walikota, bupati, atau gubernur agar muda mencetak uang. Soal halal atau haram sama saja. Dia menilai sebagian besar orang tua muslim sekarang lebih menjurus kepada kepentingan materi hidup. 

Pandangan KH Ali Fauzi sangat realistis dengan kondisi kehidupan masyarakat saat ini, mereka berusaha dengan cara apa saja agar anaknya gampang diterima bekerja, baik itu di instasi swasta maupun pemerintah dan TNI/Polri, walaupun membayar atau menyogok sekalipun mereka akan berusaha. Orang yang mendapatkan pekerjaan dengan cara-cara seperti ini bila berhasil mereka akan menggarap lebih besar dari pada uang suap yang dikeluarkan untuk mendapat pekerjaan.

Dalam setiap ceramah sang kiai mengatakan jika ada orang yang menuntut ilmu keduniaan, baik itu ilmu ekonomi, pertanian, kehutanan, atau lain sebagainya, kalau tidak dilandasi nilai-nilai Islam, tak ditopang dengan akhlaq Islam, akan sangat berbahaya maka me­reka tidak akan membedakan antara yang hak dan batil, yang halal dan haram apalagi yang syubhat (ragu-ragu,red). Kini, tokoh muslim kharismatik milik Maluku itu telah tiada, namun segala kebaikannya masih tetap dikenang.

Rektor IAIN Ambon DR Hasbullah Toisuta ketika dimintai komentarnya soal sosok ulama Maluku yang tergolong langka itu menilai, KH Ali Fauzi adalah figur yang istiqamah (konsisten,red), pejuang yang tawaduh, sederhana, dan pendidik yang tidak pernah lelah melayani umat. “Kita telah kehilangan besar tuan guru yang kharismatik yang patut menjadi teladan itu,” kata Toisuta.

Senada juga disampaikan Syarif Bakri Asyathri, alumni dan pengurus Muhammadiyah Maluku, yang menilai KH Ali Fauzi adalah tokoh yang santun tapi tegar dan tegas. KH Ali Fauzi bukan saja milik kalangan Muhammadiyah, juga bukan hanya tokoh besar umat Islam Maluku, tetapi sejarah hidupnya mencatat, bahwa seorang Ali Fauzi adalah penantang utama rezim Orde Lama yang mengekang kebebasan dan demokrasi.

“Dengan begitu KH Ali Fauzy adalah tokoh masyarakat Maluku yang harus kita contoh, kita warisi semangatnya. Sebagai pendiri Harian Suara Islam (Suisma) Maluku, KH Ali Fauzi juga adalah tokoh kebebasan pers, yang bekerja keras, memotivasi, rasional dan enggan untuk dihormati secara berlebihan telah menjadi daya tarik untuk tetap dikenang,” ujar Syarif Bakri Asyathri.

Sementara di mata Syarief Had­ler, Ketua DPW PPP Maluku, menilai, KH Ali Fauzi adalah seorang ulama sekaligus tokoh umat yang berani mengatakan yang benar itu benar, dan yang salah itu salah.

“Beliau juga ulama yang penuh semangat dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan dan keummatan. Beliau juga dapat menyesuaikan diri dengan situasi dimana beliau akan menyampaikan pesan-pesan agama atau dakwahnya. Artinya beliau adalah seorang tokoh Muhammadiyah tetapi tidak kaku dengan ajaran Muhammadiyah, namun beliau bisa menyesuaikan diri bila beliau menyampaikan dakwahnya di lingkungan yang bukan pengikut Muhammadiyah,” ujar Syarief Hadler

“Singkatnya beliau tidak pernah mempersoalkan masalah-masalah khilafiyah, dan itulah yang membuat beliau diterima di semua kalangan masyarakat. Selamat jalan Pak Kiyai, semangatmu adalah warisan berharga bagi kami semua,” tandas Syarief Hadler. (***)

2 comments:

  1. Saya pernah dapat buku karangan beliau, sewaktu saya tugas di Ambon, setiap hbs Maghrib beliau selalu memberikan tausiyah sampai menjelang isya, suara yang merdu klo sedang menjadi imam, selalu memakai jubah panjang memakai tutup kepala warna putih.ya Allah semoga beliau mendapatkan surganya Allah Aamiin yra 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin 🤲

      Delete