Monday, October 1, 2012

Buleleng, Gianyar Sampai Denpasar Punya Cerita

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Ilustrasi: Peserta Jelajah Sepeda Bali Komodo menuruni bukit di kawasan 
Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (22/9/2012).  
Pada etape V Jelajah Sepeda Bali Komodo kemarin, peserta menempuh 
perjalanan sejauh 136 kilometer dan finish di Kota Bima, Pulau Sumbawa.
Oleh : AYU SULISTYOWATI

Berbicara soal sepeda, Pulau Dewata tak hanya berhubungan dengan pariwisata, karena sepeda di Bali juga punya cerita. Sebuah relief lelaki menaiki sepeda terpahat abadi di salah satu dinding Pura Madue Karang, Kubutambahan, Kabupaten Buleleng.

Relief itu merupakan penghormatan terhadap lelaki yang bernama WOJ Nieuwenkamp. Ia adalah seniman dan fotografer asal Eropa, yang dipercaya datang dan tinggal di Buleleng antara tahun 1930-1937. Masyarakat setempat saat itu mengaku belajar banyak dengan seniman Eropa ini, khususnya pengenalan pada transportasi sepeda.

Karena itu, warga mengabadikannya sebagai rasa penghormatan di sebelah utara dinding bagian Pura (tempat ibadah umat Hindu Bali) Madue Karang.

Dalam tesis bahasa Inggris koleksi Universitas Udayana I Ketut Budarma (2010), Nieuwenkamp tercatat sebagai orang asing pertama di Buleleng. Namun, keberadaan sosok seniman Eropa ini juga belum banyak orang tahu, meski jejaknya diabadikan di diding tempat beribadah umat Hindu.

Dalam perkembangannya, sepeda di Pulau Dewata semakin pesat. Bahkan, tak sedikit tokoh memiliki pengalaman dengan bersepeda. Salah satunya adalah Suteja Neka (72), pemilik Museum Neka, di Ubud, Kabupaten Gianyar. Sepeda begitu berarti dalam sepanjang sejarah hidupnya, sehingga berupaya mengabadikan gaselo miliknya mulai 1960.

"Neka begitu cinta dengan sepeda gaselonya. Saya tak membiarkan sedikit debu pun menyentuh sepeda tercinta ini. Saya membeli dari hasil jerih payah sebagai guru saat itu. Sepeda ini pun menjadi saksi pernikahan saya sampai membesarkan Neka gallery," kata Suteja, di rumahnya, Ubud, Senin (10/9).

Selanjutnya, sepeda memasuki Kota Denpasar sejak 2008, dan kembali mendapatkan tempat melalui program car free day pemerintah setempat di sekitar Lapangan Puputan Badung.

Wali Kota Denpasar, Rai Mantra Dharmawijaya, bercita-cita kota yang dipimpin juga mampu mengurangi emisi melalui berolah raga sepeda.

Ia mengakui tak mudah mewujudkan mimpinya, serta mengajak masyarakatnya cinta lingkungan. Namun, ia menyadari hal itu butuh konsistensi terdapat waktu. Rai Mantra pun berusaha menghidupkan hobi bersepedanya.

Hobi pejabat sekelas Kepala Kepolisian Daerah Bali, Irjen Budi Gunawan, tak main-main, termasuk Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana Mayjen Wisnu Bawa Tenaya. Demi kecintaan terhadap olahraga ramah lingkungan ini, keduanya memiliki lebih dari dua sepeda dengan harga yang tak murah.

Mereka pun menularkannya kepada seluruh anggotanya, agar kembali melestarikan sepeda ini sebagai tanda cinta lingkungan dan memberi contoh kepada masyarakat yang baik.

Program car free day pun berkembang tak hanya di Denpasar sebagai pelopor di Bali. Sejumlah kabupaten pun mengikuti progam ini.

Ketua Komite Sepeda Indonesia (KSI) Bali, Kolonel Infrantri Triyono, mengatakan, pesatnya kesadarn masyarakat hidup sehat dengan sepeda terus bertambah. Anggota masyarakat cinta sepeda dari berbagai komunitas di bawah pimpinannya, tercatat sekitar 15.000 orang di Bali .

Bersepeda sambil melancong menikmati pesona alam Bali sebagai alternatif berwisata di Bali. Bebas polusi dan sehat. Maka, Buleleng, Gianyar sampai Denpasar pun punya cerita yang tak terlupakan...

No comments:

Post a Comment