Sunday, July 15, 2012

42 Ribu Ha Hutan TNKS Rusak akibat Dirambah

JAMBI - Kepala Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Jambi, M Arief Toengkye mengatakan, hutan seluas 42 ribu dari total 1,3 juta hektare kawasan TNKS rusak akibat perambahan. 

"Menjaga kawasan hutan umumnya merupakan masalah yang komplek. Belum lagi minimnya personel penjagaan, khusus TNKS seluas 1,3 juta hektar lebih hanya dijaga oleh 200 personil," ujarnya saat menjadi pembicara pada forum konservasi "Harimau Sumatra, Harimau Kita" di Jambi, Minggu (15/7). 


Menurut dia, kepentingan ekonomi, tempat tinggal serta pertambahan penduduk menjadi penyebab munculnya aksi perambahan hutan dengan alasan pembukaan lahan baru. 

Akibatnya, kata dia, tidak hanya hutan yang rusak dan berkurang, dampak paling besar adalah pada ekosistem hutan dan seisinya. Belum lagi dampak pemanasan bumi akibat perambahan itu. 

Lebih lanjut ia mengatakan, kondisi kerusakan TNKS akibat perambahan terjadi menyebar di beberapa titik. Diantaranya ada dikawasan Kabupaten Kerinci, Bungo dan Merangin, tepatnya dikawasan kaki bukit Masurai, Kecamatan Jangkat. 

Diketahui, dikawasan itu terjadi mobilisasi warga yang dicurigai justru berasal dari luar daerah datang dan mendiami beberapa kawasan penyangga TNKS untuk membuka lahan perkebunan. 

"Kami bahkan sudah lakukan pengusiran, hanya saja kondisi ini masih terjadi di beberapa titik kawasan TNKS," ujarnya lagi. 

Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, Trisiswo bahkan mengatakan, masalah perambahan hutan justru sudah masuk pada ranah politik. Dimana pemerintah daerah terkesan "diam" terhadap perambah yang justru merusak kawasan hutan lindung maupun taman nasional. 

"Saat ada perambah terkesan kami sebagai institusi perlindungan dan konservasi hutan yang didepan. Namun pemerintah daerah justru diam saja. Padahal, pada kondisi ini perlu dilakukan koordinasi akan peran penting masing masing pihak," jelasnya. 

Namun demikian, kata dia, BKSDA Jambi maupun beberapa balai perlindungan taman nasional terus berupaya menjaga kelestarian hutan. 

"Di antaranya adalah dengan menggandeng berbagai pemerhati lingkungan maupun hewan, serta melakukan berbagai pendekatan sosialisasi terhadap masyarakat disekitar kawasan hutan untuk terus mencerahkan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kawasan hutan bagi kehidupan," ujarnya lagi. 

Sementara itu, Narto, salah seorang peneliti dari forum HarimauKita menyebutkan, populasi harimau Sumatra diperkirakan tersisa tinggal 400-500 ekor. Kondisi itu lebih disebabkan adanya kerusakan hutan akibat perambahan serta maraknya perburuan ilegal. 

"Bisa jadi dalam kurun waktu dua atau lima tahun kebdepan harimau Sumatra punah apabila kawasan hutan terus dirambah dan dirusak, harimau diburu. Ini perlu rencana penanganan yang strategis dan cepat," katanya. (Ant/OL-3)

No comments:

Post a Comment